Dubai, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH-SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. Hayu Prabowo menjadi salah satu pembicara utama pada sesi Paviliun Iman COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), Rabu (6/12).

Sesi dari rangkaian puncak acara Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP28) ini membahas peran agama dan tempat ibadah dalam transisi menuju energi terbarukan dan menyediakan ruang untuk diskusi antaragama seputar pengelolaan lingkungan.

Dr. Hayu Prabowo sekaligus Fasilitator Nasional Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia, dalam kesempatan tersebut menyampaikan gerakan rumah ibadah ramah lingkungan untuk membuat bumi beserta isinya menjadi lebih baik agar menopang kehidupan berikutnya.

“Fungsi rumah ibadah yang bukan semata memfasilitasi umat untuk beribadah tapi juga sebagai sarana kontemplatif pegangan moral, terutama terkait dengan permasalahan lingkungan hidup dan perubahan iklim,” kata Hayu kepada MINA, Kamis (7/12).

Implementasi gerakan rumah ibadah ramah lingkungan ini dengan hadirnya Komunitas Eco Masjid yang menjadi salah satu aktor penggerak masjid (rumah ibadah bagi umat Islam) yang lebih hijau.

Komunitas terbentuk pada 2016 lalu di Masjid Az-Zikra, Sentul, Bogor, Jawa Barat, dengan anggota 206 masjid di Indonesia ini menggagas program-program masjid dengan visi lingkungan seperti pemanfaatan panel surya, pengelolaan sampah hingga daur ulang air wudhu.

Hayu juga menekankan krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya, sejatinya adalah krisis moral, karena manusia hanya memandang alam sebagai obyek untuk dimanfaatkan semata dan bukan sebagai obyek yang harus dipelihara untuk kelangsungan hidup manusia.

“Aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan berdampak langsung pada alam dan kehidupan manusia itu sendiri,” ujarnya.

Sumber daya alam penting yang tak terbarukan seperti energi fosil semakin cepat terkuras. Kelangkaan sumber daya energi merupakan ancaman bagi eksistensi kehidupan manusia di masa depan. Oleh karena itu, konservasi dan pelestarian sumber daya sebagai penunjang hidup harus menjadi prioritas dengan mengubah perilaku ramah lingkungan yang direalisasikan dalam tindakan nyata.

“Penanganan krisis lingkungan yang berawal pada krisis moral tersebut, perlu ditangani melalui pendekatan moral. Masjid merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk pembinaan moral keagamaan,” kata Hayu yang juga Ketua Departemen Kerjasama Kelembagaan dan Luar Negeri Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Dia menyampaikan, masjid bukan hanya semata-mata dijadikan sebagai sarana ibadah ritual (mahdhah), melainkan juga sebagai sarana dan sekaligus kekuatan dalam membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.

“Memakmurkan masjid tidak bisa hanya dengan ceramah, tapi perlu aksi nyata untuk membangun kemandirian umat dalam menghadapi ancaman seperti kelangkaan air dan energi,” ujar Hayu.

Hal ini, lanjut dia, kita lakukan dengan mengarahkan orientasi pengelolaan masjid menjadi mandiri dan berkelanjutan pada aspek idarah (manajemen), imarah (kegiatan memakmurkan), dan riayah (pemeliharaan dan pengadaan fasilitas).

Pembicara utama lainnya selain dr Hayu dalam sesi bertemakan “Peran Tempat Ibadah Bebas Fosil dalam Transisi Menuju Energi Terbarukan” yakni: Fachruddin M. Mangunjaya, Dr. Hanaa Al-Banna, dan Pendeta Susan Hendershot, yang dimoderatori Francesco Loyola.

COP28 UEA sendiri berlangsung di Expo City Dubai mulai tanggal 30 November-12 Desember 2023. Konferensi ini diperkirakan dihadiri lebih dari 70.000 peserta, termasuk kepala negara, pejabat pemerintah, pemimpin industri internasional, perwakilan sektor swasta, akademisi, pakar, pemuda , dan aktor non-negara.

Pavilion Iman COP28 menggarisbawahi komitmen Kepresidenan COP28 terhadap inklusivitas, mempertemukan para pemimpin agama, pejabat dan ilmuwan serta mendorong dialog antargenerasi dengan pemuda dan perwakilan masyarakat adat.(L/R1/P1)

Leave a Comment